Halaman

Minggu, 27 Maret 2011

Mari Berbicara Kejahatan dan Moral


Sejak tahun 1998 Indonesia dilanda krisis ekonomi yang akhirnya berimbas secara akut pada bangunan sosio-kultural dan politik kebangsaan. Krisis ekonomi yang bermula dari krisis moneter ini sebenarnya bukan hanya melanda Indonesia, tetapi sempat menjadi fenomena regional seperti dialami Thailand, Korea Selatan, dan Malaysia. Namun, khusus dalam konteks Indonesia ternyata gejala itu berlarut-larut, membawa konsekuensi sosio-kultural dan ekonomi politik sangat parah. Bahkan jauh lebih parah dibanding Negara-negara tetangga yang mengalami peristiwa serupa.
Fakta ini akhirnya menyadarkan publik betapa bangunan ekonomi Indonesia yang sempat dibanggakan sebagai wujud keberhasilan pembangunan ternyata hanya berdiri di atas pondasi yang sangat rapuh. Pasalnya, pondasi ekonomi Orde Baru ternyata keropos akibat digerogoti rayap-rayap kolusi, korupsi, dan nepotisme. Bangunan sosio-ekonomi yang dari luar tampak kokoh akhirnya roboh diporak-porandakan angin krisis ekonomi, topan ketidakpercayaan masyarakat pada pemerintah, serta badai euphoria politik yang tiada kunjung akhir. Bukan itu saja, bangunan kebangsaan akhirnya dibakar api konflik bernuansa komunal-primordial yang terus dikipasi isu-isu kejahatan trans-nasional dan terorisme.
Realitas sosial selalu memperlihatkan keragaman, baik pada level individu dalam sebuah komunitas maupun pada level makro antar komunitas dalam sebuah masyarakat bangsa apalagi antarbangsa. Perbedaan dan atau keragaman semacam itu merupakan merupakan sebuah kewajaran atau bahkan keniscayaan yang dalam terminologi Islam disebut Sunnatulloh atau dalam konteks umum dinamakan hukum alam. Sebab, setiap individu apalagi setiap komunitas masing-masing memiliki spesifikasi sejarah kehidupan, mempunyai karakter kejiwaa, serta meyakini nilai-nilai sosiokultural dan keragaman tertentu pula. Semua fakrot kolektif tadi akhirnya memandu pemikiran dan perilaku individu dan atau komunitas bersangkutan. Status kekayaan, usia, peran sosial menurut gender, keanggotaan individu dalam sebuah kelompok tertentu, ikut pula menggali jurang perbedaan antar individu maupun antar komunitas. Berbagai perbedaan tadi acapkali menjadi asal muasal faktor potensi bagi munculnya konflik, termasuk kejahatan yang semakin sini semakin marak. Kejahatan itu sendiri adalah perbuatan anti sosial yang melanggar hukum atau undang-undang pada suatu waktu tertentu dan yang dilakukan dengan sengaja, merugikan ketertiban umum dan yang dapat dihukum oleh negara (Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan terhadap Korban Kekerasan, Refika Sditama, Bandung, 2001).
Semakin merosotnya ekonomi yang dialami negara ini berbanding lurus dengan moral bangsa. Moral bangsa yang sekarang sedang hangat diperbincangkan orang ini sudah jauh merosot, bahkan sebagian orang berkata bahwa bangsa ini sudah tidak memiliki moral. Meosotnya moral bangsa ini tercermin dari tingkat kejahatan di Indonesia yang terus melonjak naik. Sudah tidak heran dan tidak asing lagi setiap hari kita mendengar tindak kejahatan di berita, mulai dari pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, korupsi, dan lain sebagainya. Patroli, TKP, Sidik Kasus, dan Sergap mungkin hanya sebagian kecil acara yang mengetengahkan topik kejahatan sebagai menu utamanya. Beberapa dari mereka bahkan sudah menjadi santapan sehari - hari sebagian pemirsa televisi di negeri ini. Berita dan informasi kriminal ini tidak hanya dapat dengan mudah kita temukan di media - media elektronik tetapi juga dapat kita temukan dalam media - media cetak. Tetapi, tidakkah pernah terbayang di benak kita betapa banyaknya kasus kejahatan yang terjadi di sekitar kita sehingga setiap acara berita kriminal baik di media elektronik maupun media cetak tersebut mampu menyajikan konten yang berbeda dari rival - rivalnya dari hari ke hari.
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa itu bisa terjadi? Itu adalah tingkat kejahatan bangsa ini yang terus meningkat dan tidak adanya kemerosotan akibat dari rusaknya moral bangsa. Ada beberapa sebab yang mungkin menjadi penyebab rusaknya moral bangsa Indonesia. Pertama, pengaruh budaya luar. Ini adalah hal yang mungkin menjadi penyebab rusaknya moral bangsa Indonesia, tak dapat dipungkiri pengaruh budaya barat merusak moral bangsa ini. Sebagai contoh free sex atau pergaulan bebas. Kedua kurangnya nilai agama di negara ini. Ini juga bisa menjadi sebab rusaknya bangsa Indonesia. Jika agama yang kita miliki kuat maka tentu saja kita akan takut berbuat dosa sehingga tidak akan ada kejahatan atau paling tidak kejahatan akan sangat minim di negeri ini. Contohya saja jika para pejabat negeri ini memiliki landasan agama yang baik, maka apa berani dia memakan uang rakyat? Keitag, mungkin salahnya sistem pendidikan Indonesia. Ini juga bisa menjadi penyebab rusaknya moral di Indonesia. Sebagaimana anda tahu anak-anak menghabiskan banyak waktunya di dalam sekolah. Sayangnya sekolah sekarang hanya identik untuk mencari ilmu duniawi saja dan jarang ada yang sekolah yang juga mengajarkan aspek moral, jikalau ada porsinya sangat minim. Ketiga hal di atas mungkin hanya penyebab yang dasar saja.
Ada beberapa indikator yang digunakan untuk melihat kualitas moral kehidupan suatu bangsa. Menurut Thomas Lickona (1992) terdapat sepuluh tanda dari perilaku manusia yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa yaitu: meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, ketidakjujuran yang membudaya, semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orangtua, guru, dan figur pemimpin, pengaruh peer group terhadap tindakan kekerasan, meningkatnya kecurigaan dan kebencian, penggunaan bahasa yang memburuk, penurunan etos kerja, menurunnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara, meningginya perilaku merusak diri dan semakin kaburnya pedoman moral.
Apa yang disampaikan oleh Lickona tentang ciri penurunan moral yang berpotensi menghancurkan bangsa tergambar melalui wajah media kita. Lalu bagaimana agar bangsa ini mampu bertahan bahkan menjadi maju dan berkembang? Ada tiga musuh bangsa yang harus berpotensi menghancurkan bangsa yaitu kemiskinan, kebodohan, dan kebobrokan moral. Ketiga musuh tersebut harus secara simultan dan serius diperangi. Kemiskinan dapat diberantas dengan pembangunan ekonomi agar kesejahteraan dicapai oleh rakyat secara luas. Kekayaan alam Indonesia sangat potensial untuk dikelola dan dimanfaatkan agar tak ada lagi rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kebodohan diperangi dengan program pendidikan bagi semua kalangan baik secara formal maupun informal.
Kebobrokan moral harus diberantas agar individu-individu terhindar dari perilaku yang merugikan diri, orang lain, dan masyarakat. Moralitas berkaitan dengan aktivitas manusia yang dipandang baik atau tindakan yang benar, adil, dan wajar. Karena itu masyarakat atau bangsa yang bermoral akan senantiasa menjunjung tinggi dan mengutamakan nilai-nilai moral. Pemerintah telah membuat berbagai program dan rencana untuk membuat bangsa ini pulih dari krisis. Berbagai strategi dan pendekatan untuk pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat banyak dilakukan. Hal tersebut bahkan seolah menjadi agenda utama. Demikian juga upaya untuk meningkatkan taraf pendidikan banyak program yang disusun. Wajib belajar adalah salah satu upaya untuk membuat bangsa ini terbebas dari belenggu kebodohan.
Untuk kemajuan dan peningkatan kesejahteraan suatu bangsa dibutuhkan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya baik di luar maupun di perut bumi, di daratan dan di lautan. Namun sumber daya alam saja tidak cukup. Hutan di negara kita terkenal sangat luas dan kaya keragamannya namun dengan adanya pembalakan hutan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab membuat hutan kita rusak dan tidak termanfaatkan untuk kesejahteraan bersama. Demikian juga dengan korupsi yang menggerogoti berbagi instansi dan perusahaan pada akhirnya akan menghancurkan sendi kehidupan bangsa. Sebagaimana yang disampaikan Lickona, upaya untuk membuat sebuah bangsa maju dan terhindar dari kehancuran ditentukan oleh kualitas moralnya. Di saat menghangatnya pencalonan presiden dan wakil presiden, wacana pembangunan moral seyogyanya menjadi bagian dari agenda besar para calon pemimpin di masa yang akan datang, agar Indonesia menjadi bangsa yang besar dan bermartabat.

Referensi :
- Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan terhadap Korban Kekerasan, Refika Sditama, Bandung: 2001
- Mashad, Dhurorudin, Andai Aku Jadi Presiden : Menuju Format Indonesia Baru, Khalifa, Jakarta: 2004
- http://arsip.idrus.net/2007/02/sudah-begitu-terpurukkah-moral-bangsa.html
- http://charleschristian.wordpress.com/2008/02/01/kejahatan-di-indonesia-sungguh-memprihatinkan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar